BADAI
Tak sadar beberapa hari lagi tahun baru. Dua hari lagi tahun 2013 sudah hampir
habis dan berganti tahun 2014. Banyak
orang yang update status difacebook tentang
tahun baru. Memang begitulah anak
jaman sekarang, selalu heboh dengan tanggal-tanggal yang seharusnya biasa,
dijadikan luar biasa. Tapi memang itulah keajaiban zaman modern ini.
“Bu, aku berangkat dulu ya” salamku pada ibu
“Iya nak, hati-hati ya, jangan pulang sore-sore” balas ibu
“Eh, kenapa muka ibu pucat banget, ibu sakit ya?” tanyaku
“Hmm, gak papa kok, ibu
cuma lagi gak enak badan aja, tadi
malem habis pulang dari pengajian, mungkin kecape’an” jawab ibu dengan sedikit lemah
“Ya udah, ibu istirahat aja. Nanti pulang
sekolah biar Mita yang selesai’in pekerjaan ibu” kataku sedikit memaksa
“Gak usah lah nak, biar ibu yg selesa’in
sendiri. Kamu belajar aja nanti”
“Ya udah bu, Mita sekolah dulu ya..”
Diperjalanan kesekolah aku sedikit risau memikirkan raut muka ibu yang sedikit
pucat, aku gak mau ibu kenapa-kenapa. Pikiranku agak kacau. Sedangkan
dipikiran yang lain, aku juga memikirkan kado buat ibu yang nanti akan kuberikan
saat malam tahun baru. Seperti biasa aku juga ingin merayakan tahun baru
dengan keluarga kecilku.
Sesampainya disekolah, 2 sobatku sudah menunggu dibawah pohon beringin,
tempat kami sering curhat dan memandangi siswa-siswi yang berlalu lalang. Arina
dan Ananta, saudara kembar yang selalu mendampingiku mulai kelas 1 SMP, hingga
kini aku kelas 3.
“Eh, udah nunggu lama ya?” tanya ku pada mereka
“Ah, nggak koq, baru aja kami datang, kami langsung kesini dah” jawab
Arina
“Gimana tahun baru, ada acara gag?” tanya Ananta
“Adalah, mau lihat kembang api dari atap rumah, sama keluarga” jawabku
enteng
“Yah, kami sebenernya mau ngajak kamu keluar ke taman kota, liat dari
sana lebih seru” kata Arina dengan sedikit kekecewaan diraut mukanya
“Maaf banget ya, Na, aku gak mau nglewatin semua tanpa
keluarga kecilku” jawabku dengan penuh penyesalan
Suasana hening sesaat. Tiba-tiba kuteringat sesuatu.
“Eh, menurut kalian kado apa yang cocok buat ibuku?” tanyaku
“Menurut ku lebih baik kamu kasih yang bermanfaat buat ibumu?” jawab Arina
“Atau kamu bisa kasih tas cantik buat ibumu,
kamu pesen di ibu kami aja Din”
jawab Ananta
“Ya bisa jadi, tas ibu kamu, bagus lho, harganya gg terlalu mahal sih”
“Ah, promosi nih kayaknya” jawabku
“Hahahahaha.....” tawa kami
bersama-sama
“Eh nanti sepulang sekolah,temenin aku ketoko
ya, mau cari kado yang cocok dulu” ajakku pada mereka
“Iyelah,
emang rencana kamu mau beliin apa?”
“Lha
ini mau cari ide dulu, lumayan tadi aku buka tabungan di bank sekolah, udah
cukup banyak”
“Emang udah dapet berapa?”
“Kira-kira 500 ribu ada, itu yang bikin aku bingung mau beliin ibuku
apa”
“Pasti bingung gara2 kebanyak uang” kata Arina dengan gaya centilnya
Kami tertawa lepas bersama.
Ya itulah kami, terkadang bahagia, terkadang berduka. Tapi terlalu
sering bahagianya sih….
“Kriiiing,, Kriiiiing,, Kriiiiing” bel pulang sekolah berbunyi 3x
Tanda itu mudah diingat, karena diakhiri dengan lagu Sepatu Gelang, lagu
yang pas buat pulang sekolah.
Begitu keluar sekolah, aku, Arina dan Ananta
pergi ketoko mau cari kado yang cocok buat
ibuku nanti pas malam tahun baru. Di toko
aku melihat beberapa kado, ada baju,
tas, dompet, kalung, dan masih banyak lagi. Tapi aku kurang “sreg
“ dengan semua itu. Aku rasa itu semua ibu
sudah punya, dan kayaknya gag terlalu berguna buat ibu.
Aku ingin belikan ibu sesuatu yang berguna buat
ibu. Kami berpindah dari satu took ke toko
lain. Dan hingga akhirnya
aku melihat sesuatu yang sangat pas untuk ibu. Aku
melihat sebuah kerudung dan perlengkapan sholat yang sangat cantik, dengan warna biru muda serta bunga-bunga melati yang menghiasi. Memang
bagus, tapi harganya sedikit mahal. Tapi gak apa-apa. Demi ibuku yang tercinta. Apalagi uangnya memang masih sisa…
“Akhirnya, dapet juga yang pas” kataku sambil tersenyum bahagia
“Din, kerudungnya bagus banget” kata Arina mengomentari kerudung yang baru saja kubeli
“Ya deh, cocok sama ibuku yang cantik” kataku tersenyum puas
“Ayo deh kita pulang, kita udah ketemu barangnya.” Ajak Ananta yang sudah kelihatan agak capek
“Makasih ya udah temein aku”
“Sama-sama Din” jawab mereka berdua
Akhirnya kami pulang kerumah masing-masing.
Dirumah aku melihat ibu sedang tertidur pulas. Tak tega aku buat
membangunkannya. Kulanjutkan pergi kekamar dan ikut tidur siang.
Sore harinya aku terbangun, kulihat ibu sedang
memasak untuk makan malam.
“Boleh kubantu gak bu?”
“Ayo sini, bantu ibu nyuci piringnya” jawab ibu dengan raut muka yang masih agak pucat
“Ibu masih sakit ya”
“Ah, nggak koq, ibu baik-baik aja” ibu mencoba tersenyum untuk menghilangkan kepucatannya.
Akhirnya selesai sudah, makan malam dengan ibu dan adikku. Makan malam dengan
sayur bayam dan krupuk ikan kesukaanku. Ditambah lagi ketrentraman keluarga kecil kami yang sangat harmoni.
Bergegas aku kembali kekamar untuk membungkus
kado yang akan kuserahkan pada ibu nanti. Selesai itu aku belajar dan tertidur
pulas.
Akhirnya besok malam adalah hari yang
kunanti-nanti. Tak sabar aku memberikan kado itu untuk ibu. Sudah kupersiapkan
dengan rapi dan indah.
“Bu, ayo besok malam kita lihat kembang api
diatap rumah”
“Ya, mumpung ibu juga mau lihat Ibu lumayan capek. Rasanya
ibu lama gag lihat kembang api tahun baru” kata Ibu
“Asyik yes yes yes, nanti sambil lihat kembang
api, ibu buat kue ya, biar nanti ada camilan.”
“Ya Din, ibu usahain” jawab ibu sedikit lesu
Esok malamnya, sudah kupersiapkan semuanya.
Karpet, dan meja kecil yang cukup untuk kita bertiga. Semuanya sudah siap
diatas. Tinggal menunggu tepat jam 12.00 malam. Ibu sudah siap-siap selimut
kecil agar tidak kedinginan.
Tapi aku melihat wajah ibu yang terlihat lelah
dan pucat, padahal sudah
beberapa waktu ibu minum obat. Tapi gak apa-apa deh, nanti kalau sudah liat kembang api, pasti ibu jadi sehat juga, dan tak
lupa kubawa hadiah yang sudah aku cari-cari.
“Bu udah jam 11.50, sebentar lagi udah mau
dimulai nih”
“Ya din, ibu bangunkan adikmu dulu”
Beberapa saat kemudian ibu naik keatas atap dengan
adikku yang masih mengusap-usap mata.
Akhirnya waktu yang kami tunggu tiba. Kembang
api pertama kami lihat sebelah barat. Dan disusul dari arah lainnya. Sungguh
meriah
Sesaat aku teringat ayah, yang dulu pernah
mengajakku. Tapi ingatan itu pudar, dengan teringatnya kado buat ibu.
“Bu aku punya sesuatu yang spesial buat ibu, moga-moga
ibu suka”
“Apa din?”
Kuberikan kerudung dan perlengkapan sholatyang kemarin aku beli untuk ibu.
Ibu terlihat senang sekali. Dan langsung memakai kerudungnya sambil melihat kembang api. Adikku
berteriak-teriak histeris melihat banyaknya kembang api yang indah.
“Makasih ya Din, kamu repot-repot beliin ini buat Ibu” kata Ibu sedikit
terharu
“Ya sama-sama Bu, ini semua masih belum sepadan sama yang Ibu berikan
padaku” kataku
Setelah suara kembang api tinggal sedikit. Aku berniat untuk masuk
kedalam, karena melihat ibu dan adikku yang terlelap di karpet bersandar meja
mendahului aku.
Kubangunkan Ibu-ku, dengan wajah yang masih terlihat lelah, akhirnya ibu
turun dan masuk kekamar, kuangkat dan kugendong adikku, dan kubawa masuk juga
kekamar ibu.
Keesokan harinya aku terbangun. Kulihat ibu
masih tertidur dikamarnya, tetapi adikku sudah
terbangun sejak tadi.
Tak biasanya kulihat ibu selelah ini, aku jadi sungkan unutk
membangunkannya.
Akhirnya kubiarkan, aku pergi kedapur dan membantu memasak makanan.
Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 10.00 WIB.
Kukembali kekamar Ibu dan membangunkannya.
“Bu, bu, bu, bangun bu sudah hampir siang, Ibu
belum sarapan kan?”
Tapi ibu sama sekali tidak merespon. Tak kala
kulihat langit yang sedikit suram. Kurasa akan turun hujan. Hatiku sedikit
terasa tak enak dengan keadaan ibu.
“Bu bangun, sudha hampir siang, ayo makan dulu” kata ku lagi dengan
sedikit cemas
Kupegang tangan ibu yang terasa dingin. Kukira ibu hanya terkena angin malam yang
berhembus.
Kubangunkan ibu sekali lagi, sambil perasaan
yang sedikit aneh.
“Bu bangun”
Adikku yang tadinya bermain didepan rumah, datang dan ikut membangunkan
Ibu
“Ibu kenapa kak?” tanya Doni
“Ibu kayaknya sakit” kataku “Tolong jaga ibu ya, aku mau panggil Om Agus
dulu, biar bantu angkat ibu dari sini”
“Emang ibu kenapa kak?” Tanya Doni
“Mungkin
ibu kecapek.an, dari tadi gak bangun-bangun”
Aku keluar
dari kamar, dan memanggil Om Agus yang rumahnya dekat dengan rumahku.
“Om Agus, aku minta tolong dong. .. Tolong bantu bawa Ibu kerumah sakit, Daritadi aku bangunin, koq gag bangun-bangun” kataku sedikit tergesa-gesa
“Ya Din, bentar ya” kata Om Agus seraya bangkit dari kursi bambunya
Om Agus masuk kedalam kamar Ibu dan memeriksa keadaan Ibu. Kulihat
raut muka om Agus yang sedikit cemas dengan
keadaan Ibu yang sangat pucat dan dingin.
“Din,
tolong kamu bilang tante, suruh ambilin kunci mobil, Om akan bawa Ibu kamu
kerumah sakit” kata Om Agus menyuruhku
“Baik Om” kata ku singkat. Lalu ku lakukan apa yang diperintahkan
“Din, kamu jaga dirumah aja, biar Om sama Pak Sakhwan yang bawa Ibu
kerumah sakit” kata Om
Om Agus dibantu Pak Sakhwan menggotong Ibu kedalam mobil. Kulihat Om segera masuk dan menyetir mobil, segera
untuk membawa Ibu masuk rumah sakit
Dengan beribu kepanikan, aku bingung bagimana dan apa yang harus
kulakukan. Aku bingung, aku gelisah. Senyum yang semalam sangat berarti, kini
hilang entah kemana.
Dua jam kemudian terdengar suara Handphone Tante. Tante Tatik (Istri Om Agus) mengangkat
telepon. Kulihat Tante Tatik menangis setelah mendengar telepon Om Agus.
Setelah menutup telepon. Aku bertanya pada tante
“Tante apa yang terjadi?”
“Ibu kamu........” kata sambi menahan air mata
“Ibu kenapa tante............” kata ku sambil berteriak histeris
Tante menghampiriku dan memelukku sambil
berbisik.
“Ibu kamu telah menyusul ayahmu”
Tangis pun meledak dirumahku. Semua orang tak
terkecuali aku terkejut dengan berita ini.
Adikku Dino, juga ikut menangis, tak mengerti apa yang terjadi, karena
ia melihat semua orag menangis.
Beberapa jam kemudian, mobil ambulans
meraung-raung dijalan raya. Mobil ambulans pun berhenti dihalaman rumah.
Kulihat ibu yang tertutup kain putih dibawa masuk kedalam ruang tamu diikuti Om
Agus yang menangis dari dalam mobil.
Seakan tak percaya ini semua, aku berlari dan ingin melihat Ibu, hingga akhirnya aku mulai tak
sadarkan diri. Dan akhirnya aku
…………………………
Saat aku bangun, semua orang telah bergerumul
melantunkan ayat-ayat suci. Aku berlari dan memeluk ibu yang terbujur kaku
dikeranda. Aku menjerit-jerit sambil menangis.
“Ibu………………..” raungku ditengah lantunan ayat suci yang
dibacakan
“Sudah Mita,, relakan Ibu mu” kata Tante dengan isak
tangis yang masih bisa ditahan
“Ibu…… kenapa kau tinggalkan kami, kenapa kau susul ayah,
Ibu…………….. “ teriakku didepan tubuh Ibu.
Banyak sekali orang yang ada dirumah ini, mereka semua menangis, ada
juga yang terlihat sangat sedih, kulihat juga 2 sahabat ku disana, Arina dan
Ananta.
Aku tak mampu berkata-kata, hanya teriakan dan raunganku melihat
kepergian Ibu yang mendadak. Aku tak bisa memprediksi kapan setiap nyawa orang
kembali pada tempatnya. Bahkan semua makhluk dibumi ini tak ada yang bisa.
Satu jam berlalu, setelah pembacaan surat-surat Al Qur’an, akhirnya
keranda ditutup dan mulai dibawa menuju pemakaman umum. Aku tak bisa ikut,
karena kondisiku yang masih sangat lemah dan tak kuat menahan badai yang ada
didalam batinku.
Aku tak bisa menahan semua rasa yang bercampur aduk, marah, sedih,
kecewa, merana dan merasa kehilangan. Semuanya ada dalam hatiku saat ini.
Saat itulah baru kusadari, harta terindah yang dititipkan oleh Tuhan
Yang Maha Esa adalah Ibu yang senantiasa menemani.
Tapi aku sadar, bahwa semua harta, pasti akan kembali, karena semua itu
hanyalah titipan.
Dan tanpa Ibu, statusku menjadi yatim piatu.
Tanpa Ibu, hidupku seperti hancur berkeping-keping
Tanpa Ibu, semuanya terasa hampa
Tapi semua itu masih awal, karena aku harus meneruskan kehidupanku
bersama adikku.
Dan doa yang selalu kupanjatkan kepada Tuhan adalah untuk Ibu dan
Ayahku.
Selamat jalan Ibu, semoga kau tenang bersama ayah dan Tuhan disana.
Semoga engkau diberi tempat yang lapang dan indah.
*Karya asli Sanix Landison (Shandy)*